Wartawan Sepuh Ketemu, Cerita ‘Nakal’ Jadi Pelipur Lara

Javamedia.id – Di bawah temaram cahaya lampu angkringan, tersaput aroma kopi tubruk yang menggoda, wedang jahe rempah dan dengung percakapan yang akrab, menemani sejumlah wartawan senior berkumpul melepas rindu, berbagi cerita, dan menyalakan kembali semangat pengabdian. Ini terjadi di Angkringan TLJ emperan Kantor PWI Jawa Tengah Semarang, Kamis (14/7/2025)
Dalam keremangan lampu pijar angkringan tampak pula sosok H Bambang Sadono SH MH yang merupakan tokoh Pers sekaligus mantan anggota DPR RI. Hadir pula tokoh yang melegenda dikalangan wartawan terpo dulu sekalaigus seniman yakni Ign Item De.
Kehadiran kedua sosok ini memang sangat dinantikan, apalagi juga adanya Hari Bustaman, yang juga merupakan wartawan ‘kawak’ yang telah malang-melintang dibidang jurnalistik dan kesenimanan.
Klop sudah, pertemuan yang berlabel ‘Ngobrol Ngalor-ngidul’ yang digagas Bambang Sadono bersama Hari Bustaman dan Ign Item De ini pun jadi jelaga yang mewadahi kekangenan mereka.
Para tokoh dan sahabat jurnalis yang hadir tampak Ichsan Mohan, Sosiawan, Chandra AN, M. Chamim Rifai dan Sudadi satu-satunya wartawan penyandang Veteran RI karena pernah bertugas sebagai Pasukan Perdamaian PBB di Sinai pada konflik Mesir-Israel.
“Mereka bukan sekadar nama, tapi penjaga sejarah dan pelaku langsung perjalanan jurnalistik tanah air,” ungkap Sudadi, mantan Wartawan Suara Merdeka yang kini menjadi Pengurus DPP LVRI di Jakarta.
Cerita-cerita lapangan kembali menyeruak—liputan investigasi yang menggetarkan, wawancara penuh risiko, hingga kekonyolan khas wartawan di masa muda dipapar kembali. Tawa lepas dan tatapan nostalgia menyatukan mereka dalam satu benang merah: cinta terhadap profesi yang pernah (dan tetap) mereka banggakan.
Bagaimana Ign Item sewaktu muda terpaksa harus menyendiri di kebun pisang saat menunggu rekannya ‘nakal’ pun memancing gelak tawa. Teman yang dimaksud dan kebetulan hadir satu meja pun tak kuasa menahan gelak tawa. Yang lain pun jadi terhibur atas kisah konyol tersebut.
“Kowe wis intuk sing piye ?,” tanya wartawan senior yang dimaksud ‘nakal’ tadi.
“Pokok’e ireng kempling..,” kata Item.
Item pun mengisahkan bahwa yang dimaksud ireng kempling itu adalah semut. Karena selama menunggu kawannya tersebut, dia lebih memilih ‘mumpet’ di kebun pisang dan hanya mainan semut nyangkrang hitam untuk diadu dengan semut nyangkang merah. Semua pun jadi terbahak tanpa bisa direm.
Berbeda dengan Sudadi, waratawan yang veteran ini mengungkapkan provesi wartawan adalah pejuang. Karya-karya jurnalistik adalah karya perjuangan dan ada yang diperjuangkan.
“Mereka adalah pejuang, makanya ada slogan bahwa ‘Sebelum Menjadi Wartawan, Mereka Harus Nasionalis’. Artinya Wartawan harus punya landasan loyalitas pada Negara atau kepentingan yang lebih besar,” papar Sudadi .
Bro Sudadi, demikian kawan-kawan menyebutnya, diberi ruang untuk membagikan kisah para veteran—bukan hanya sebagai pejuang bersenjata, tapi sebagai manusia yang tetap setia pada nilai-nilai kejuangan. Para wartawan sepuh malam itu mendengarkan dengan seksama, dan beberapa mengaku baru memahami sisi batin dan perjuangan hidup para veteran yang kerap tak terlihat media.
“Wartawan sering tidak paham bahwa dirinya juga pejuang. Kadang waktunya dikorbankan untuk tugas liputan, juga keselamatannya tak dipikirkan ketika menghadapi resiko dari karya-karyanya yang kritis. Maka dari itu, kita meski sebagai mantan wartawan, mungkin sudah selesai dalam memproduksi karya-karya tulisnya, namun pemikiran tidak boleh selesai. Sebab pikiran kritis masih sangat dibutuhkan, termasuk tugas dan tanggungjawab mengkader generasi muda agar lebih baih,” paparnya dalam wawancara usai ngobrol.
Hari Bustaman jadi teringat saat Sudadi menyebut ancaman. Dipaparkannya pernah suatu saat dirinya diminta oleh Bambang Sadono untuk mengkritisi Hari Jadi Kota Semarang. Saat itu dia menulis artikel dan dimuat di halaman 1 Suara Merdeka. Berturut-turut, berita itu menjadi trending topik saat itu. Saat itu Hari memang tidak sendiri, melainkan bersama Amen Budiman dan Djawahir Muhammad.
Suatu ketika, Hari Bustaman diundang oleh Walikota Semarang Hadiyanto. “Kowe meneng opo tak inepke nang kono,” kata Hadiyanto sambal telunjuknya diarahkan ke Markas Kodim 0733/BS Semarang yang markasnya tepat di depan Kantor Balaikota.
Obrolan pun bergulir pada bagaimana wartawan senior menghadapi era disrupsi digital. Sudadi yang memang menyempatkan waktunya dating dari Jakarta ini menyampaikan pesan kuat.
“Kita ini pernah jadi raja konten. Kini saatnya kita beradaptasi, mengalir di era digital bukan dengan rasa takut, tapi dengan bekal pengalaman. Media sosial bisa jadi panggung baru, tempat kita tetap bersuara, tetap berarti,” ujarnya.
Hal senada juga diperkuat oleh Chandra AN, wartawan yang paling muda diantara para senior. Wartawan yang mengawali karir di bidang tulis menulis sejak tahun 1989 ini memaparkan teknogi sering jadi ‘batu sandungan’ kalangan sepuh untuk mengikuti jaman. Padahal semua bisa dipelajari dan diikuti.
“Kalangan old harus adaptif dengan perkembangan teknologi. Harus ikut jadi pengguna, jangan jadi penonton. Pemanfaatan teknologi menjadi media penyebar ide dan gagasan sangat terbuka dan murah. Tidak butuh regulasi yang njlimet seperti media masih berbentuk kertas,” ujar mantan Wartawan Foto Wawasan dan Kompas ini.
Menurutnya semua bisa menghasilkan uang apabila tahu caranya. Video jalan-jalan atau bahkan foto-foto di perjalanan kita pun menurut Chandra AN bisa jadi duit bila kita unggah di kanal-kanal media sosial seperti Youtube.
Bambang Sadono yang hadir special ini pun juga mengisahkan perjuangannya sebagai jurnalis, juga keakraban sesame teman dan sahabat kala itu. Sampai-sampai menghadiri undangan liputan saja diantar teman sekantor. Menjadi loper koran, juga pernah dialami dan dijalani. Kemudian menjadi Ketua PWI Jateng yang cukup dikenal dan disegani para pejabat termasuk Gubernur Jawa Tengah.
Sosiawan, salah satu Wartawan Senior yang hadir juga mengakui PWI Jawa Tengah mencapai puncak kejayaannya di tangan Bambang Sadono. Banyak program kerjasama dan dukungan stake holder yang membuat PWI Jateng punya peran aktif dengan berbagai kegiatan yang menyentuh.
Hingga kini, Bambang Sadono masih aktif di bidang penulisan dan penerbitan buku dan majalah. Beberapa majalah yang diterbitkan antara lain Kesehatan Indonesia, Politik Indonesia, Ekonomi Indonesia, Kampus Indonesia dan banyak lainnya.
“Semuanya membuka kesempatan bagi teman-teman Wartawan Senior untuk mengisi dengan menuangkan ide, gagasan serta tulisan sesuai misi dan visi majalah. Tak perlu khawatir, semua professional ada honornya,” ucap Bambang Sadono.
Para wartawan senior yang hadir pun membentuk ‘Komunitas Tua-Tua Angkringan’ sebagai Forus Silaturahmi dan Komunikasi dari angkringan ke angkringan.
Dengan bangganya para wartawan senior ini mengenakan kaos “Old Journalist Never Die ” yang dibagikan Ign Item dan Hari Bistaman, dari Bambang Sadono. (Sudadi)






