William Adam : Ideologi Pancasila Dikalangan Pelajar SMA Mulai Terkikis
SEMARANG, JAVAMEDIA – Salah satu milenial muda Kabupaten Semarang William Adam menyoroti hasil survei sebanyak 83,3 persen pelajar SMA mendukung persepsi ideologi pancasila yang permanen atau bisa diganti.
William Adam yang juga merupakan Badan Ad Hoc koordinator Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang ini menilai jika hasil survei tersebut menunjukkan bahwa ideologi pancasila dikalangan pelajar SMA mulai terkikis.
Menurut William, hasil survei Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis kondisi toleransi siswa sekolah menengah atas (SMA).
Salah satu hasil dari survei tersebut menunjukkan sebanyak 83,3 persen siswa SMA responden mendukung persepsi Pancasila bukan ideologi yang permanen atau bisa diganti.
Survei Setara tersebut dilakukan untuk memeroleh gambaran terkini situasi dan kondisi toleransi siswa.
“Berdasarkan survei Setara Institut, para pemilih pemula yang mayoritas pelajar SMA 83 persen memiliki persepsi bahwa ideologi pancasila bisa di ubah,” ujar Wiliam, Selasa (23/5/2023).
Pria kelahiran 20 Juni 1993 di Kabupaten Semarang ini berharap KPU menggandeng akademisi untuk menyosialisasikan ideologi pancasila ke pemilih pemula.
Lulusan S2 Ekonomi Pembangunan Undip ini mengatakan, sangat perlu prinsip-prinsip dasar pancasila di sosialisasilan bagi para pemilih khususnya penilih pemula.
“Kita bisa menyikapi permasalahan ideologi pancasila dan dampaknya kedepan dengan menyosialisasikan ke Sekolah-sekolah, atau lewat Karang Taruna di desa-desa,” katanya.
William sendiri selalu menekankan hal tersebut dalam sosialisasi agar warga tidak golput dan apatis terhadap pemilu.
“Saya kira KPU perlu melakukan sosialisasi penegakan ideologi pancasila melalui divisi sosialisasi dan SDM. Agar tidak golput dan tetap menanamkan ideologi pancasila,” jelasnya.
Sosialisasi yang dilakukanpun harus dimulai sejak di SMA atau kelurahan.
“Sosialisasi harus dilakukan di level pemilih pemula di SMA/sederajat atau kelurahan/desa dengan bekerjasama lewat karang taruna, OSIS, atau birokrasi di level sekolah dan desa,” sebutnya.
Kekhawatiran akan persepsi milenial terkait ideologi pancasila yang bisa diubah, William mengaku sangat perlu KPU turut menanamkan sikap cinta tanah air dan pancasilais dengan menggandeng Akademik.
“Pertama, bisa lewat KPU menggandeng akademisi menyosialisasikan ke pemilih pemula di SMA. Kedua bisa lewat tingkat kelurahan,” Imbuhnya.
Kelurahan, lanjut William, bisa menyosialisasikan kepemudaan lewat Karang taruna atau birokrasi itu sendiri.
“Sampai sejauh ini kan tidak ada program yang seperti itu, program-program seperti ini penting agar pemilih pemula bisa memilih calon pemimpin daerah maupun legislatif,” ujarnya.
“Banyak anak muda yang hanya ikut-ikutan nyoblos tanpa tahu sosok calon pemimpinnya seperti apa. Bahkan anak mudanya banyak yang termakan kabar hoax. Meski mayoritas masyarakat di Indonesia khususnya di Kabupaten Semarang memang mayoritas agama muslim. Namun tidak serta merta negara bisa ini dijadikan ideologi berbasis,” terangnya.
Hal ini karena Indonesia menerapkan ideologi pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. “Meski berbeda suku, agama, ras dan budaya tetapi tetap satu jua. Nah ini lah mengapa saya tekankan pentingnya Pancasila, karena inilah ya satu-satunya alat pemersatu,” ujar William.