Selain Bermusik, KPKS Juga Memproduksi Alat Musik Keroncong Untuk Pelestarian

Javamedia-Semarang, Keroncong merupakan Seni Musik Asli Indonesia yang menjadi kebanggaan. Meski di tengah gempuran arus perkembangan musik modern dari berbagai manca, namun eksistensi musik keroncong seolah menolak punah.

Hal ini tentunya berkat insan-insan pelestari musik keroncong seperti yang tergabung dalam Kelompok Pelaku Keroncong Semarang (KPKS).

KPKS tak hanya sebagai wadahnya pelaku, biduan dan musisi keroncong saja, akan tetapi juga sebagai triger bagi upaya pelestarian keroncong. Sadar akan pentingnya kelangsungan musik keroncong, para musisi mencoba untuk membuat alat-alat musik keroncong secara mandiri.

Adalah Bambang Wisnu, pemain biola Keroncong Semarang yang bertindak sebagai pengrajin alat musik keroncong, seperti Cuk (Ukulele), Cak (Crang), Cello, Gitar dan Biola. Bambang mengajak beberapa musisi lainnya, seperti Wawan, Siswanto, Kiki, dan lainnya untuk mengasah skill memproduksi alat musik keroncong. Dari proses pembelajaran hampir 3 bulan, jadilah mereka kini mampu memproduksi alat dengan kualitas sesuai standart keroncong.

Kpks

Anggota KPKS Memainkan alat musik Keroncong buatan sendiri untuk menguji kualitas produksinya

“Alat musik keroncong ini sangat spesifik. Kalau yang membuat para musisi yang biasa memainkan alat, maka akan sangat faham dan tahu karakteristik suara alat. Demikian juga dalam memasang dan menempatkan krip nada. Kami bersyukur, produksi kami sudah sesuai standart dan menjadi rujukan,” ungkap Bambang Wisnu, Selasa (14/2).

Untuk membuat alat musik akustik, yang dibutuhkan Bambang Wisnu antara lain kayu Sengon, Nangka dan Jati Belanda. Selain karena alasan ringan dan mudah memotong serta membentuk profil, juga lantaran memiliki kemampuan akustik yang bagus dibanding kayu jati.

Adapun harga alat musik Cuk dan Cak menurut Bambang Wisnu seharga Rp 350 ribu. Bila menggunakan spul mic bisa mencapai Rp 450 ribu.

Untuk cello petik dibanderol Rp 3 juta dan gitar melodi Rp 600 ribu. Semua alat difinishing dengan cat melamin.

Pengakuan Bambang Wisnu, hingga kini pihaknya sudah memproduksi mencapai ratusan unit dan tersebar di seluruh Indonesia, termasuk tempus pasar musik Malaysia.

“Kami termotivasi memproduksi lebih banyak karena animo sangat banyak. Khususnya para pelaku seni musik keroncong yang tersebar ke seluruh nusantara. Hingga kini kami masih memasok untuk wilayah Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Bahkan banyak pula grup-grup keroncong dari Malaysia yang memesan alat produksi KPKS.

Bambang yang merupakan pembina KPKS mengungkapkan, bahwa komunitas yang mewadahi para pelaku musik keroncong ini menjadi sarana untuk membangun eksistensi keroncong. “Jadi sudah bukan saatnya lagi kita hanya unjuk kebolehan di atas panggung dan menunggu tepukan tangan. Akan tetapi bagaimana kita berkumpul dan meningkatkan kemampuan bermusik sebaik mungkin. Selain itu kita juga berbuat dengan mendirikan unit produksi alat musik. Kalau selama kemarin kami bergantung pada alat produksi Baki Surakarta, kini sudah mampu memproduksinya sendiri,” ungkap Bambang Wisnu.

Kendalam produksi yang dihadapi kini menurut Bambang Wisnu di bidang permodalan. Menurutnya, modal usaha ini merupakan patungan dari anggota KPKS. “Jadi kalau beli bahan kayu, seringnya eceran. Padahal bila banyak sekalian jauh lebih murah. Sebagian komponen ada yang harus beli di Baki, karena memang yang jual hanya ada di sana. Kalau beli satuan tentu akan berat diongkos,” papar Bambang Wisnu.

Kini unit usaha alat musik keroncong KPKS Semarang sudah bisa menjadi rujukan para seniman keroncong di manapun berada. Bambang berhadap usahanya ini terus berkembang dan bisa memiliki tempat produksi mandiri. Hingga kini Rumah Produksi Alat Keroncong KPKS masih berada di sekretariat di Jalan Sanggung Raya, Jangli Semarang. *)

Mari berbagi:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *