Cahyaning Wahyu Gesit Ardhana Berhasil Meraih Juara 1 Festival Dalang Cilik

JAVAMEDIA.ID – Bawakan lakon Anoman Obong, Cahyaning Wahyu Gesit Ardhana (13) berhasil meraih juara 1 Festival Dalang Cilik (FDC) yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang.

Bekerja sama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) acara digelar di Gedung Ki Narto Sabdo Taman Budaya Raden Saleh Semarang pada Rabu-Kamis, 22-23 November 2023.

Setelah dinyatakan lolos bersama sepuluh finalis lain dari delapan belas peserta yang mendaftarkan diri pada FDC 2023, Gesit mengungkapkan bahwa ia secara intens melakukan persiapan selama dua hari berturut-turut.

“Saya latihan dari jam sepuluh pagi hingga pukul setengah satu malam,” ungkapnya pada Babad.id pada Kamis, 23 November 2033.

Gesit yang mengidolakan tokoh Anoman itu merasa tak perlu lagi berpikir panjang untuk memilih dan membawakan lakon tersebut pada babak final festival.

“Saya lihat lakon ini bagus, maka saya bawakan,” singkatnya.

Baca Juga: Benarkah Sering Konsumsi Junkfood Membuat Wajah Gampang Berjerawat? Dengarkan Penjelasan Dokter Shindy Putri Ini

Mendapat juara satu tidak lantas membuat siswa kelas 2 SMPN 9 Semarang itu menjadi jemawa.

Ia cukup merasa senang karena turut dapat menyampaikan pesan pewayangan kepada khalayak.

“Semoga ke depan semakin berkembang lebih baik, dan ada banyak pihak yang mengadakan festival seperti ini. Jangan cuma setahun sekali, lama nunggunya,” kesannya.

Gesit yang sudah bergabung pada Sindhu Laras Bocah—bahkan sejak awal pendirian sanggar—berharap diadakan semacam parade sebagai siasat agenda tahunan itu.

“Supaya banyak dalang cilik yang tampil, biar bisa menunjukkan potensi masing-masing. Sebab, kesenian wayang itu gak kuno banget sebenarnya, dapat dicampur dengan gaya modern. Bisa dimasuki limbukan atau goro-goro, termasuk hal yang sedang heboh di media sosial dan lainnya,” urai Gesit.

Dari segi bahasa dalam medalang, menurut Gesit juga fleksibel, tidak musti menggunakan bahasa Jawa Kawi kuno, asalkan tetap berada pada pakem.

“Bisa juga dengan bahasa milenial, yang penting pesan tersampaikan kepada para penonton,” tutupnya merujuk pada lakon yang dibawakannya selama kurang lebih 45 menit itu.

Wahyu Nitis

Ayah Gesit, Dhananjaya Gesit Widiharto merasa bangga karena rihlah kebudayaan yang ia tekuni bisa turut mewariskan jiwa kesenian pada diri anaknya.

“Bapak saya memang pencinta kirab kebudayaan. Sejak sekitar tahun 1988-90an sampai sekarang pada setiap malam Jumat Kliwon nguri-nguri budaya, selalu menyelenggarakan pagelaran wayang kulit,” jelasnya.

Bahkan waktu masih lajang, sudah menjadi kebiasaan untuk menyaksikan hal tersebut.

“Dan setelah menikah, istri saya mbobot, saya ajak nonton wayang, mungkin saat nonton wayang itu ada wahyu yang nitis ke putra saya kini yang menjadi suka wayang,” kenangnya.

Secara silsilah, Dhananjaya merasa tidak ada unsur pedalang.

“Saya ilustrator musik dan kebetulan saya besar dalam lingkup Teater Lingkar. Ketika saya lahir, lingkungan saya banyak yang seniman, rupa, tari, musik, tapi mayoritas memang dunia teater,” terangnya.

Ia turut berharap sejak anak usia dini maupun muda dapat dikenalkan dengan dunia dan budaya-budaya Jawa khususnya.

Unsur-unsur budi pekerti menurutnya itu ada di dalam budaya Jawa.

“Khususnya di tanah Jawa, banyak sekali nilai sejarahnya, budi pekertinya pun kenthel banget. Sementara kodrat kehidupan di dunia ini tercermin dari pewayangan, tergambarkan di sana,” pungkasnya.

Mari berbagi:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *