Merawat Eksistensi Sepeda Robot Melalui Komunitas Serobot Semarang

Javamedia.id – Belakangan, sepeda robot kembali in di tengah sepeda-sepeda yang lebih modern. Di Semarang sendiri ada yang meng-eksis-kan sepeda jadul ini. Nama komunitasnya Serobot (Sepeda robot).

Sepeda robot yang bentuknya unik ini, pertama kali diproduksi Jepang pada 1980-an. Tak heran, jika sepeda ini tergolong dalam sepeda tua. Bahkan parts sepeda atau onderdilnya pun terbilang langka.

Ketua Komunitas Serobot Semarang, Nugroho Dwiadhiseno, 47, mengatakan, sepeda robot ini menjadi cinta pertamanya saat berkecimpung di dunia sepeda. Lantaran telah mengisi memori masa kecilnya, ia tak tega jika sepeda robot harus hilang dari jangkauan anak muda sekarang. Banyaknya cerita sejarah tentang sepeda robot ini, Sehingga muncullah ide untuk membuat komunitas sepeda robot.

1641213256598

Merk sepeda robot yang beredar di Indonesia juga bervariasi, ada Bridgestone, Deki, Sanki, Apollo, dan Ellemore. Sedangkan yang membedakan sepeda robot dengan sepeda jenis lainnya yakni bentuknya yang unik, massanya yang cukup berat, shifter tongkat atau operan gigi sepeda, serta BB (buttom bracket) yang ada di tengah engkol atau kayuhan sepeda ada yang terbuat dari emas. “Itu juga yang bikin mahal harganya,” ujar Nugroho yang memiliki empat koleksi sepeda robot itu.

Saat ini, harga sepeda robot berkisar dari Rp 5 juta hingga Rp 150 juta. Tergantung kondisi serta keaslian onderdilnya. Namun, sepeda robot ini termasuk dalam sepeda yang tidak tahan jika terkena hujan. “Ini karena di sepeda terpasang banyak alat elektrik. Sepeda ini juga nggak kuat kalau medan tanjakan.

1641213366509

Karena berat sepedanya sendiri mencapai 20 kilo-an,” beber Mansur salah satu anggota komunitas Serobot. Mansur menjelaskan, untuk membersihkan sepeda robot butuh ekstra kesabaran. Bahkan jika karatan, pembersihannya pun bisa memakan waktu hingga dua bulan.

Ukurannya yang kecil membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian. “Yang paling kecil itu 20 inci. Dan yang paling besar ya 26 inci. Pakainya inci, bukan sentimenter lagi,” ujar mekanik sepeda jadul di KarangayuSemarang yang juga pernah menjadi atlet sepeda itu. *)

Mari berbagi:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *